Senin, 11 Februari 2013

URUSAN ALLAH

Barangsiapa memutuskan diri untuk tidak mengurus  dirinya dan melimpahkan urusannya pada Allah; memutuskan pilihannya hanya pada pilihan Allah; memutuskan pandangannya hanya memandang Allah; memutuskan kebaikannya hanya pada ilmu Allah disebabkan oleh disiplin kepatuhan dan ridhanya; kepasrahan total dan tawakalnya pada Allah; maka Allah benar-benar menganugerahkan kebaikan nurani hati, yang juga disertai dengan dzikir, tafakkur dan hal-hal lain yang sangat istimewa.

Syeikh Abul Hasan berkata pada salah satu muridnya: Aku melihatmu  senantiasa mengekang nafsumu dan menarik perkaramu dalam memerangi  nafsumu itu. Engkau wahai Luka’ bin Luka’, maksudku dengan itu menyatakan dua nafsu, terhadap leluhur dan pada anak-anak. Engkau ditindih oleh ikut mengatur urusan  (yang bukan urusanmu), hingga sampai pada suapan yang engkau makan dan minuman yang engkau teguk, juga dalam ucapan yang engkau katakan atau engkau diamkan. Lalu diamana posisimu di hadapan Yang Maha Mengatur, Maha Tahu dan Maha Mendengar lagi Melihat;  Maha Bijaksana lagi Maha Waspada, Yang Maha Agung Keagungan-Nya dan Maha Suci Asma’-asma’-Nya? Bagaimana bisa Dia disertai oleh yang lain-Nya? Karena itu bila engkau menghendaki sesuatu yang akan engkau lakukan atau engkau tinggalkan, maka berlarilah kepada  Allah menghindari semua itu, maka Allah pun akan menyingkirkanmu  dari neraka. Jangan mengecualikan sedikitpun. Tunduklah kepada Allah, kembalikan dirimu kepada Allah. Sebab Tuhanmu mencipta apa yang dikehendaki-Nya dan memilihkan.

Hal demikian tidak akan kokoh kecuali pada orang yang benar atau seorang wali. Orang yang benar adalah orang yang mengikuti aturan hukum. Sedangkan wali orang yang tidak mempunyai aturan hukum. Orang yang benar bersama hukum Allah, sedangkan wali, fana’ dari segala sesuatu bersama Allah. Sementara para Ulama ikut  mengatur dan  memilih, menganalisa dan mengiaskan. Mereka dengan segenap akal dan sifatnya senantiasa demikian. Sedangkan para syuhada’ terus menerus mengendalikan dan berjuang, mereka  berperang, membunuh dan dibunuh, dan mereka hidup dan ada pula yang mati. Mereka dihadapan Allah tetap hidup walaupun secara indera dan fisik tidak ada. Adapun orang-orang shaleh, jasad mereka disucikan sedangkan rahasia batin mereka menggigil dan tegang. Tidak relevan untuk menjelaskan kondisi ruhani mereka kecuali  bagi orang yang benar pada awal langkahnya atau bagi wali pada akhir tahapnya. Engkau cukup melihat apa yang tampak pada lahirnya berupa kebajikan-kebajikan mereka, dan jangan berupaya  menjelaskan kondisi batin mereka. Kalau engkau inginkan suatu perkara yang hendak  engkau lakukan atau engkau tinggalkan, kembalilah  kepada Allah, seperti yang kukatakan kepadamu. Mohonlah pertolongan kepada Allah dan kembalikan dirimu pada-Nya. Ucapkanlah:
“Wahai Yang Awal, wahai Yang Akhir, wahai Yang Akhir, aku memohon demi kebenaran namaku pada Asma-Mu, dan sifatku pada Sifat-Mu, dan urusanku pada Urusan-Mu, pilihanku pada Pilihan-Mu,  jadikanlah bagiku sebagaimana engkau berikan kepada wali-wali-Mu (Dan masukkan diriku) dalam berbagai hal (pada jalan masuk yang benar, dan keluarkanlah diriku tempat keluar yang benar, dan berikanlah padaku, dari sisi-Mu, kekuasaan yang menolong). Takutlah dirimu untuk bersangka buruk kepada Allah:  “Bertawakallah kepada Allah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.”

Aku pernah melihat, seakan-akan diriku duduk dengan salah seorang muridku di hadapan guruku —semoga Allah merahmatinya—,  lalu guruku berkata, “Jagalah empat hal dariku. Tiga untukmu dan yang satu untuk orang yang kasihan ini:
Janganlah engkau berusaha memilih persoalanmu  sedikit  pun, pilihlah untuk tidak memilih. Berlarilah dari semua upaya memilih itu. Penghindaran pilihanmu pada segala sesuatu,  semata untuk menuju kepada Allah. “Dan Tuhanmu menciptakan  apa yang dikehendaki-Nya dan memilih apa yang terbaik bagi mereka.”

Setiap pilihan-pilihan syariat dan tata aturannnya, maka itulah pilihan Allah, engkau tidak memiliki kompetensi di dalamnya, dan engkau harus patuh pada-Nya, simak dan taatlah. Itulah posisi Pemahaman Ilahi (fiqhul-Ilahy) dan Ilmu Ilhami (ilmul-ilhamy). itulah bumi ilmu hakikat yang diambil dari Allah bagi orang  yang bertindak lurus. Fahami dan baca, serta berdoalah kepada Tuhanmu, sesungguhnya engkau berada dalam petunjuk yang lurus. Namun apabila mereka membantahmu, katakanlah, Allah Mahatu atas apa yang kalian  semua ketahui.

Engkau harus tetap zuhud di dunia dan bertawakal kepada Allah. Sebab zuhud itu merupakan fondasi amal, dan tawakal merupakan modal dalam berbagai tingkah laku ruhani. Bersaksilah kepada Allah dan berpegang teguhlah dalam ucapan-ucapan, tindakan-tindakan, akhlak, dan tingkah laku ruhani. “Barangsiapa berpegang teguh kepada Allah, maka benar-benar ia diberi petunjuk ke jalan lurus.”

Takutlah untuk bersikap ragu, syirik, tamak, dan berpaling dari Allah demi sesuatu. Sembahlah Allah atas dasar agungnya kedekatan, engkau akan mendapatkan kecintaan dan  keistimewaan pilihan, kekhususan dan kewalian dari Allah. “Allah adalah Wali bagi orang-orang yang bertaqwa.”
Sedangkan —untuk lelaki yang perlu dikasihani ini— faktor yang menyebabkan putusnya hubungan ketaatan dengan Allah, dan hatinya yang tehijabi dari bukti-bukti ketauhidan, ada dua perkara: Pertama ia masuk dalam pekerjaan dunianya dengan cara  ikut campur mengaturnya. Kedua dalam amal akhiratnya dipenuhi keraguan atas anugerah-anugerah Ilahi Sang Kekasih. Sehingga Allah menyiksanya lewat hijab, dan terus menerus dalam keraguan, serta melalaikannya akan hisab kelak, lalu ia terjerumus dalam lautan tadbir dan takdir (ikut campur aturan dan takdir Allah). Lalu ia mendekati dengan kehati-hatian yang kotor. Apakah kalian semua tidak bertobat kepada Allah dan mohon ampunan kepada-Nya, sedangkan Alllah itu maha Pengampun lagi Maha Pengasih.  Karena itu kembalilah pada Allah berkaitan dengan prinsip-prinsip pengaturan dan takdir, engkau akan mendapatkan limpahan kemudahan, antara dirimu dengan kesulitan yang ada akan terhapuskan. Setiap  ke-wira’i-an yang tidak membuahkan ilmu dan nur, maka kewira’ian itu sama sekali tak berpahala. Sedangkan setiap kemaksiatan yang diikuti oleh rasa takut dan berlari kepada  Allah, janganlah engkau anggap sebagai dosa. Ambilah rizkimu menurut pilihan Allah bagimu dengan mengamalkan ilmu dan mengikuti sunnah Nabi Saw.
Engkau jangan naik ke tahap berikutnya sebelum Allah menaikkan dirimu, sebab dengan tindakanmu itu telapak kakimu bisa tergelincir.

Suatu ketika aku berhasrat pada sedikit saja dari dunia, tidak banyak, lantas aku mengurungkan dan mengkhawatirkan jika hal  itu termasuk adab yang buruk (su’ul adab). Aku bergegas kepada Tuhanku, dan ketika tidur aku bermimpi, seakan-akan Nabi Sulaiman as. sedang duduk di atas tempat tidur, sementara di sekelilingnya banyak pasukan. Beliau menyodorkan periuk dan piringnya. Aku melihat suatu hal yang telah disifatkan Allah dalam firman-Nya: “dan piring-piring yang besarnya seperti kolam dan  periuk-periuk yang tetap (di atas tungkunya).” (Q.s. Saba’: 13). Lalu  tiba-tiba ada yang memanggilku, “Janganlah engkau memilih sedikitpun di sisi Allah, namun jika engkau memilih sebagai ubudiyah semata bagi Allah dalam rangka mengikuti Rasulullah Saw. ketika  bersabda: “Sebagai hamba yang bersyukur” yakni sebagai Rasul. Kalau toh pun harus memilih, pilihlah untuk tidak memilih. Dan larikanlah pilihanmu itu pada pilihan Allah.”

Aku terbangun dari tidurku, lalu kulihat ada yang berkata padaku, “Sesungguhnya Allah telah memilihkanmu untuk berdoa:
“Ya Allah luaskanlah rizki padaku dari duniaku, dan janganlah engkau jadikan hijab dengannya (rizki dunia) itu terhadap akhiratku. Jadikanlah tempatku di sisi-Mu selamanya  di hadapan-Mu, senantiasa memandang dari-Mu kepada-Mu. Tampakkanlah Wajah-Mu dan tampakkanlah padaku dari penglihatan dan dari segala sesuatu selain-Mu. Hapuskanlah penghalang antara diriku dengan  Diri-Mu. Wahai Dzat, yang Dia adalah Maha Awal, Maha Akhir, Maha Dzahir, Maha Batin, dan Dia adalah Maha Tahu atas segala sesuatu.”

Manusia paling celaka adalah manusia yang menghalangai diri  pada Tuhannya, dan mengambil alih urusan duniawinya, sementara ia alpa akan prinsip dan tujuan, serta amal akhiratnya.

Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzily
SufiNews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar