HAKEKAT DIBALIK
KEKUATAN DOA
Dalam berdoa seyogyanya menggabungkan 4 unsur dalam diri kita; meliputi; hati, pikiran, ucapan, tindakan. Dikatakan bahwa Tuhan berjanji akan mengabulkan setiap doa makhlukNya? tetapi mengapa orang sering merasa ada saja doa yang tidak terkabul ?
Kita tidak perlu berprasangka buruk kepada
Tuhan. Bila terjadi kegagalan dalam mewujudkan harapan, berarti ada yang salah
dengan diri kita sendiri.
Misalnya kita berdoa mohon kesehatan. Hati kita
berniat agar jasmani-rohani selalu sehat. Doa juga diikrarkan terucap melalui
lisan kita. Pikiran kita juga sudah memikirkan bagaimana caranya hidup yang
sehat. Tetapi tindakan kita tidak sinkron, justru makan jerohan, makanan
berkolesterol, dan makan secara berlebihan. Hal ini merupakan contoh doa yang
tidak kompak dan tidak konsisten.
Doa yang kuat dan mustajab harus konsisten dan
kompak melibatkan empat unsur di atas. Yakni antara hati (niat), ucapan
(statment), pikiran (planning), dan tindakan (action) jangan sampai terjadi
kontradiktori. Sebab kekuatan doa yang paling ideal adalah doa yang diikuti
dengan PERBUATAN (usaha) secara konkrit.
Untuk hasil akhir, pasrahkan semuanya kepada
“kehendak” Tuhan, tetapi ingat usaha mewujudkan doa merupakan tugas manusia.
Berdoa harus dilakukan dengan kesadaran yang penuh, bahwa manusia bertugas
mengoptimalkan prosedur dan usaha, soal hasil atau targetnya sesuai harapan
atau tidak, biarkan itu menjadi kebijaksanaan dan kewenangan Tuhan. Dengan kata
lain, tugas kita adalah berusaha maksimal, keputusan terakhir tetap ada di
tangan Tuhan. Saat ini orang sering keliru mengkonsep doa. Asal sudah berdoa,
lalu semuanya dipasrahkan kepada Tuhan. Bahkan cenderung berdoa hanya sebatas
lisan saja. Selanjutnya doa dan harapan secara mutlak dipasrahkan pada Tuhan.
Hal ini merupakan kesalahan besar dalam
memahami doa karena terjebak oleh sikap fatalistis. Sikap fatalis menyebabkan
kemalasan, perilaku tidak masuk akal dan mudah putus asa. Ujung-ujungnya Tuhan
akan dikambinghitamkan, dengan menganggap bahwa kegagalan doanya memang sudah
menjadi NASIB yang digariskan Tuhan. Lebih salah kaprah, bilamana dengan
gegabah menganggap kegagalannya sebagai bentuk cobaan dari Tuhan (bagi orang
yang beriman). Sebab kepasrahan itu artinya pasrah akan penentuan kualitas dan
kuantitas hasil akhir. Yang namanya ikhtiar atau usaha tetap menjadi tugas dan
tanggungjawab manusia.
Berdoa jangan menuruti harapan dan keinginan
diri sendiri, sebaliknya berdoa itu pada dasarnya menetapkan perilaku dan
perbuatan kita ke dalam rumus (kodrat) Tuhan. Kesulitannya adalah mengetahui apakah
doa atau harapan kita itu baik atau tidak untuk kita. Misalnya walaupun kita
menganggap doa yang kita pintakan adalah baik. Namun kenyataannya kita juga
tidak tahu persis, apakah kelak permintaan kita jika terlaksana akan membawa
kebaikan atau sebaliknya membuat kita celaka.
Berdoa secara spesifik dan detil dapat mengandung resiko. Misalnya doa agar supaya tender proyek jatuh ke tangan kita, atau berdoa agar kita terpilih menjadi Bupati. Padahal jika kita bener-bener menjadi Bupati tahun ini, di dalam struktur pemerintahan terdapat orang-orang berbahaya yang akan “menjebak” kita melakukan korupsi.
Apa jadinya jika permohonan kita terwujud. Maka
dalam berdoa sebaiknya menurut kehendak Tuhan, atau dalam terminologi Jawa
“berdoa sesuai kodrat alam” atau hukum alamiah. Caranya, di dalam doa hanya
memohon yang terbaik untuk diri kita. Sebagai contoh; ya Tuhan, andai saja
proyek itu memberi kebaikan kepada diriku, keluargaku, dan orang-orang
disekitarku, maka perkenankan proyek itu kepadaku, namun apabila tidak membawa
berkah untuk ku, jauhkanlah. Dengan berdoa seperti itu, kita serahkan jalan
cerita kehidupan ini kepada Gusti Allah, Tuhan Yang Maha Bijaksana.
Doa yang ideal dan etis adalah doa yang tidak menyetir/mendikte Tuhan, doa yang tidak menuruti kemauan diri sendiri, doa yang pasrah kepada Sang Maha Pengatur. Niscaya Tuhan akan meletakkan diri kita pada rumus dan kodrat yang terbaik…untuk masing-masing orang ! Sayangnya, kita sering lupa bahwa doa kita adalah doa sok tahu, pasti baik buat kita, dan doa yang telah menyetir atau mendikte kehendak Tuhan. Dengan pola berdoa seperti ini, doa hanya akan menjadi nafsu belaka, yakni nuruti rahsaning karep.
By Abrianto Chrisnawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar