Jumat, 11 Maret 2011



APA ITU TASAWWUF

Banyak orang yang bertanya tentang apa itu tasawwuf, dari pemahaman penulis merujuk kepada keterangan yang ada dalam kitab Tanwirul Qulub karangan Syekh Muhammad Amin Al-Kurdi hal 404, tasawwuf diterjemahkan sebagai ilmu batin dan ilmu yang paling agung dari ilmu-ilmu yang lain dengan tidak mengecilkan ilm-ilmu yang ada. Allah telah mengutamakan para hambanya yang ahli tasawwuf setelah kedudukan para Rosul dan para Nabi-Nya. Allah telah menjadikan hati mereka sebagai gudang–gudang rahasia dan telah mengkhususkan mereka diantara umatnya untuk menerbitkan cahaya-cahaya Ilahiyah. Dimanapun mereka berada hatinya selalu bersama Allah.


Masih dalam kitab yang sama (1332 H:406), batasan ilmu tasawwuf dalam kitab tersebut ialah untuk mengetaui keadaan nafsu terpuji dan tercela dan bagaimana cara membersihkan nafsu yang tercela tersebut, serta mengisinya dengan sifat-sfat yang terpuji dan juga untuk mengetahui bagaimana jalan menuju Allah.



Oleh karena itu, tak salah kiranya jika ilmu tasawwuf diartikan sebagai ilmu untuk mensucikan segala penyakit-penyakit hati dan ilmu untuk menjadikan ibadah kita khusyu yakni ketika beribadah hatinya selalu ingat kepada Allah.

Al kisah seorang ulama besar Imam Madzhab yaitu Imam Ahmad bin Hambali r.a pernah berwasiyat kepada anaknya yang bernama Abdullah: “Hai Abdullah wajib bagimu untuk menghapalkan hadits dan wajib bagimu untuk menjauhkan diri dari majlis dzikir yang mengakui dirinya golongan tasawwuf, karena sesungguhnya mereka adalah golongan orang yang bodoh terhadap hukum-hukum islam.“ Namun setelah Imam Ahmad bin Hambali r.a bersahabat dengan seorang ahli tasawwuf Abu Hamzah Al-Baghdadi dia jadi mengetahui tentang golongan tasawwuf . Dan akhirnya Imam Ahmad berwasiyat lagi kepada anaknya, “Hai anakku wajib bagimu bergabung dengan majlis dzikirnya orang-orang tasawwuf karena mereka itu berilmu tentang Allah , muroqobah khusyu rasa takut pada Allah, zuhud, dan bercita-cita tinggi.pada Allah (1332H:405).

Dan begitu pula Imam Madzhab yang lain yaitu Imam Syafi’i selalu hadir di majlis tasawwuf. Beliau mengatakan perlu bagi ahli fiqih untuk mengetahui istilah-istilah tasawwuf agar membawa manfaat dari ilmu yang tidak ada dalam dirinya. Imam syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambali bolak-balik menghadiri dan mengikuti majlis dzikir tasawwuf. Mereka berdua ditanya: “Apa yang kalian berdua lakukan, bolak balik kegolongan orang-orang yang bodoh itu?”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya mereka yang menamai golongan tasawwuf itu telah memiliki puncak segala urusan dan dia itu bertaqwa pada Allah, mencintai Allah dan mengenal Allah.

Kita tahu Allah telah mewajibkan ibadah sholat kepada umat Islam namun ibadah itu tidak akan diterima tanpa diiringi dengan kekhusyuan hati .Dan kekhusyuan itu hanya bisa didapat dengan ilmu tasawwuf, dan tasawwuf itu sendiri tidak bisa dipelajari sendiri, tetapi harus melalui seorang bimbingan Guru Ruhani yang dinamakan Mursyid. Jadi mencari Mursyid untuk belajar tasawwuf itu hukumnya menjadi wajib.Sebagaimana dalam kaidah ushul fiqih : “Maa laa yatimmul waajib illaa bihi fa huwa waajibun”. Artinya: “Tidak sempurna kewajiban kecuali dengan suatu perkara dan perkara itu hukumnya menjadi wajib “.

BAGAIMANA HUKUM MEMPELAJARI TASAWWUF

Ibadah akan sia-sia jika tidak diiringi dengan hati yang penuh dengan cahaya-Nya. Cahaya Allah tidak akan bisa ditangkap dengan hati yang kotor yang penuh dengan kedengkian, kesombongan, dendam dan lain–lain. Hal ini tidak ada cara lain kecuali harus mempelajari tasawwuf yang dibimbing langsung oleh Guru Ruhani yang disebut Mursyid.

Dan seluruh ahli thoriqot pun sepakat mewajibkan kepada seluruh manusia harus mencari guru yang memberi petunjuk kepadanya untuk menghilangkan macam –macam sifat yang bisa menjadi penghalang kepadanya dari ma’rifat ke hadrot Allah oleh hatinya. Hal itu dilakukan agar hati menjadi sah dan khusyu, sebab menghadirkan Allah dalam seluruh ibadah. Sedangkan dalam kenyataannya, hati tak akan bisa khusyu kepada Allah tanpa adanya bimbingan. Jadi mencari Mursyid itu hukumnya menjadi wajib. Sebagaimana dalam kaidah ushul fiqih: “Maa laa yatimmul waajib illaa bihi fa huwa waajibun.” Artinya: “Tidak sempurna kewajiban kecuali dengan suatu perkara dan perkara itu hukumnya menjadi wajib.”

Dalam hal ini Imam Al-Ghozali pun telah berpendapat bahwa hukum mempelajari tasawwuf atau thoriqot adalah fardlu ‘ain (wajib untuk setiap orang) bagi laki-laki maupun perermpuan, karena manusia tidak lepas dari kecacatan atau penyakit–penyakit hati, kecuali para Nabi Allah. Sebagaimana yang dikatakan Syekh Abdul Qodir Al-Jailani qs: “Maka wajib bagi semua manusia untuk mencari kehidupan hati seperti untuk kehidupan keakhiratan dari ahli talqin dzikir di dunia ini sebelum datangnya maut.“

Syekh Abi Hasan Asy-Syadzili qs mengatakan: “Barangsiapa yang tidak ikut masuk thoriqot-ku yaitu thoriqot shufiyyah (thoriqot-nya orang-orang ahli tasawwuf) maka ketika mati, orang itu membawa dosa besar karena hukumnya fardlu‘ain. Oleh karena itu, maka wajib untuk pergi mencari seorang guru Mursyid untuk minta talqin dzikir, dan jika sudah menemukan Mursyid yang telah masyhur dalam mengobati muridnya, namun walaupun orang yang mau belajar itu dilarang oleh orang tuanya maka ia wajib untuk berguru.“

Sebagian orang–orang yang telah ma’rifat mengatakan: “Barangsiapa orang yang tidak memiliki bagian ilmu batin ini yaitu thoriqot tasawwuf maka aku takut orang itu jika meninggal dalam keadaan su’ul khotimah yaitu akhir yang jelek karena hati yang kotor.“

Dalam kitab Risalatul Qudsiyyah, Syekh Wahab Sya’roni telah berkata: “Mencari guru thoriqot itu wajib bagi tiap -tiap murid walaupun telah menjadi Ulama besar, karena sesungguhnya tiap–tiap orang yang tidak mendapat dzikir dari guru Mursyid yang memberi petunjuk kepadanya untuk mengeluarkan sifat–sifat yang cacat di hatinya. Maka orang itu telah ma’siyat kepada Allah dan Rosulnya, hal itu dikarenakan tidak mendapat petunjuk jalan untuk mengobati penyakit hatinya walaupun dengan memaksa tetap tidak akan membawa manfaat kalau tanpa Mursyid, walaupun orang tersebut telah hafal seribu kitab.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar