Kamis, 20 Februari 2014

MENDIDIK JIWA

Diantara perilaku yang harus dilakukan murid hendaknya selalu berjuang melawan nafsu untuk meninggalkan segala kesenangannya. Mereka mengatakan, “Barangsiapa selalu menyetujui kesenangan nafsunya maka akan kehilangan kejernihan hatinya.” Allah Swt. memberi wahyukepada Nabi Dawud as., “Wahai Dawud, berhati-hatilah dan peringatkan kaummu agar tidak makan dengan menuruti kesenangan nafsu. Sebab hati orang-orang yang mengikuti kesenangan nafsu akan terhalang dari-Ku.”

Hal ini akan mustahil bila seorang hamba tidak berusaha berjuang (mujahadat) melawan nafsunya sampai pada batas akhir. Sebab al-Haq Swt. barangkali memberi anugerah kepadanya dengan tidak adanya hijab, sementara ia makan dengan kesenangan yang diperkenankan sebagai nikmat yang disegerakan dan apa yang seharusnya diberikan di akhirat tanpa harus mengurangi sedikit pun dari nikmat akhirat, sebagai sedekah dari Allah kepada hambaNya.

Mereka menganggap termasuk kefasikan orang-orang arif yang secara leluasa menikmati kehidupan duniawi dan kesenangannya ketika kondisi spiritualnya telah sempurna. Sebab hal itu akan menyesatkan para pengikutnya, sehingga dosa para pengikutnya akan dipikulkan kepada mereka. — Dan hanya AllahYang Maha tahu.

AKIBAT MERUSAK PERJANJIAN

Dan diantara perilaku seorang murid hendaknya senantiasa menjaga janji yang sudah diikatnya bersama Allah Swt. untuk selalu bertobat dari segala dosa yang pernah ia lakukan. Kalau ia sampai mengingkari dan merusak janji, maka ini termasuk dosa terbesar, yang dianggap bentuk riddah (murtad) dari sebagian agamanya, dan hampir saja akan terjadi kemurtadan dari seluruh agamanya. Pepatah mengatakan, “Maksiat adalah pos (pengantar) kekufuran.”

Dalam suatu Hadis disebutkan: Bahwa Rasulullah Saw. di hari Kiamat nanti akan melihat beberapakaum dari umatnya yang dibawa ke kelompok kiri (neraka), kemudian Nabi berkata, “Wahai Tuhan, itu umatku!” Lalu beliau dijawab, “Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang telah mereka kerjakan setelah engkau mati. Sesungguhnya mereka telah kembali (murtad) mundur ke belakang dengan kekalahan. “Akhirnya Nabi berkata, “Benar-benar celaka dan hancur!” Sebagian ulama mengatakan, bahwa mereka tidak murtad dari dasar agamanya. Mereka hanya dianggap murtad karena telah meninggalkan perbuatan dari cabang-cabang (furu’) agamanya, dengan bukti bahwa Nabi akan memberi syafaat kepada mereka ketika kemarahan Tuhan telah menjadi tenang dan disetujui untuk memberi syafaat.

KEBAIKAN BERADA PADA MENGIKUTI SUNAH DAN KEJELEKAN BERADA PADA TINDAKAN BID’AH

Imam Abu al-Qasim al-Qusyairi —rahimahullah— mengatakan: “Tidak sepantasnya seorang murid berjanji kepada Allah Swt. untuk melakukan sesuatu yang bukan termasuk bagian yang diperintahkan Allah Swt. Sebab di dalam hal-hal yang dibenci (makruhat) syariat terdapat sesuatu yang tidak memerlukan hal itu.”

Kemudian kadang si murid tidak mendapatkan pertolongan atas apa yang telah menjadi perjanjian dengan Tuhannya, karena tidak masuk di bawah sumber utama apa yang disyariatkan-Nya. Sebab Allah Swt. tidak menjamin pertolongan kecuali kepada orang yang berada di bawah perintah yang disyariatkan-Nya melalui lisan para Rasul-Nya. Dalam al-Qur’an disebutkan:
“Dan mereka menciptakan kependetaan (rahbaniah), padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka, (tetapi mereka sendiri yang menciptakannya sebagai model baru) untuk mencari keridhaan Allah. Lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya.” (Q.s. al-Hadid: 27).
Maka seluruh kebaikan hanya berada pada mengikuti apa yang disyariatkan, sedangkan kejelekan berada pada menciptakan bentuk baru (bid’ah).

Dan diantara perilaku murid, hendaknya memperpendek angan-angannya, sehingga ia bisa bersungguh-sungguh dalam melakukan ketaatan dan menjauhi apa yang dilarang. Sebab orang yang angan-angannya terlalu tinggi mesti akan menunda-nunda kebaikan dan akan tercebur dalam pelanggaran syariat. Kemudian diri (nafsu)nya akan mengatakan, “Bila ajalmu telah dekat maka bertobatlah kepada Allah atas segala pelanggaran yang telah kamu lakukan. Dan seakan-akan kamu tidak pernah berbuat dosa sama sekali, sebab orang yang telah bertobat seperti orang yang tak berdosa!” mi merupakan penipuan terbesar yang dilakukan nafsu anda. Kenyataan seperti ini cukup banyak dilakukan oleh sebagian besar manusia.

Oleh karenanya kaum sufi mengatakan: “Sesungguhnya orang fakir sufi adalah anak waktunya.” Ia tidak akan melihat pada apa yang telah berlalu dan tidak melihat pada apa yang bakal datang. Sebab dengan melihat ke belakang dan ke depan hanya akan menelantarkan waktu yang sedang berlangsung. Merekajuga mengatakan: “Setiap orang yang melihat kepada amalnya dengan menunda-nunda, maka umurnya akan hilang sia-sia, dan tidak akan bisa menuai tanamannya. Akhirnya ia rugi dunia dan akhirat.” Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

MAQAM TAJARRUD

Dan diantara perilaku murid, hendaknya tidak memperhatikan profesi yang telah maklum atau pengeluaran kebutuhan sehari-hari atau ongkos sewa rumah. Pikirannya hendaknya tidak berkaitan dengan hal-hal di atas. Dalam tarekat ia harus berusaha keras untuk memerangi kesenangan nafsunya, sampai tidak punya lagi perhatian terhadap sesuatu selain Allah. Barangsiapa tidak mau berusaha memerangi nafsunya maka tidak akan ada sesuatu yang muncul darinya dalam menempuh tarekat, sebab tidak lagi memperhatikan hal-hal yang menjadi kebalikan dan hal-hal yang menjadikan peningkatan spiritual.
Ahmad ar-Rifa’i —rahimahullah— mengatakan: “Gelapnya kecenderungan pada hal-hal yang sudah maklum bisa memadamkan sinar waktunya.”

Saya mendengar Tuan Guru Ali al-Murshifi —rahimahullah— mengatakan: Barangsiapa duduk di antara kaum fakir sufi yang tinggal di pemondokan, kemudian dia masih menoleh kepada hal-hal duniawi yang sudah maklum, maka dia akan berhenti dalam perjalanan dan akan merusak kaum fakir sufi yang lemah yang tinggal di pemondokan. Dia akan memikul semua dosa tersebut. Oleh karenanya, ia harus keluar dari pemondokan. Sebab pewakafan untuk dibuat pemondokan atau apa saja yang dihadiahkan di sana, hanyalah bertujuan mengantarkan orang-orang yang telah bisa meninggalkan dunia dan hanya menyibukkan diri dengan beribadah kepada Allah Azza wa-Jalla. Maka orang yang mewakafkan atau yang memberi hadiah hanya karena Allah Swt. akan menjadi senang bila itu menjadi barang wakaf atau hadiah untuk orang-orang fakir yang punya kesibukan di atas. Sehingga seorang fakir sufi yang tinggal di pemondokan dan tidak mau menyibukkan diri dengan Allah Azza wa-Jalla, lalu dia makan dari makanan yang ada di pemondokan, berarti dia makan makanan haram, sebagaimana yang disyaratkan orang yang mewakafkannya. Sebab andaikan dia melihatnya tidak menyibukkan diri dengan Allah, tentu dia tidak akan mewakafkan apa pun kepadanya. Bahkan dia akan mengatakan, “Keluarlah, dan bekerja bersama para pedagang yang ada di pasar.”

CITA-CITA MULIA

Seorang murid hendaknya tidak menerima wakaf dari perempuan atau orang yang sudah berusia lanjut dan mereka yang memiliki pekerjaan, sekalipun mereka datang dengan membawa pemberian tersebut tanpa diminta lebih dahulu. Sebab diantara syarat masuk tarekat adalah memiliki cita-cita luhur. Maka barangsiapa rela di bawah pemberian seorang perempuan atau perempuan tua yang tidak mampu bekerja berarti ia orang yang memiliki cita-cita rendah dan tingkatan di bawah tingkatan perempuan tersebut. Maka dia jauh dari tarekat.

Saya mendengar Tuan Guru Ali al-Murshifi berkata: “Bila anda melihat seorang murid membaca (al-Qur’an) di atas kuburan dan ia menerima pemberian dari perempuan, maka jauhkan tangan anda darinya. Barangsiapa mengambil keringanan syariat dalam masalah tersebut tanpa ada kebutuhan, berarti dia seorang pemburu dunia. Sementara pemburu dunia tidak akan bisa sukses dalam suluk tarekat menuju akhirat.” Lebih lanjut ia mengatakan:
“Seorang guru tarekat tidak boleh mengambil sumpah dari murid seperti ini dan tidak boleh membimbingnya dzikir. Kalau sang guru melakukannya berarti meremehkan tarekat.”

Imam al-Qusyairi mengatakan: “Saya telah menghitung pesan-pesan (wasiat) para guru di berbagai daerah kepada para murid, hendaknya tidak menerima wakaf dari kaum perempuan. Sebab hal itu termasuk perusak yang tidak jelas. Dimana pada akhirnya sang murid dengan watak dasar manusiawinya akan condong kepada orang yang berbuat baik kepadanya, sehingga hatinya akan rusak secara total.” Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.

LARANGAN UNTUK DUDUK BERSAMA ORANG-ORANG YANG LUPA ALLAH

Seorang murid harus menjauhi berteman dan dudukbersama orang-orang yang lupa Allah dan kalangan pemburu dunia dan pedagang. Sebab duduk bersama mereka merupakan racun yang mematikan bagi si murid, karena lemahnya si murid dan seringnya mereka melupakan Allah dan menyibukkan diri dengan masalah-masalah dunia, Seperti makanan, pakaian, perempuan yang dinikahi dan Sebagainya. Sehingga mencintai hal-hal yang berkaitan dengan dunia akan mencuri watak dasar manusiawi Si murid. Sedangkan pekerjaan Si murid hanyalah berusaha membuang hal- hal yang berkaitan dengan duniawi. Padahal kalau mampu, para pemburu dunia akan memanfaatkan Si fakir, dan ini merupakan kekurangan bagi Si fakir. Allah Swt. berfirman:
“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya, sementara masalahnya sangat melewati batas.” (Q.s. al-Kahfi: 28).

Kami tidak pernah melihat seorang murid pun yang bergaul dengan para pemburu dunia kecuali hatinya akan mati dan tidak ada kecenderungan untuk mengikuti majelis dzikir, tidak ada keinginan untuk bangun malam, dan tidak ada lagi faktor yang mendorong untuk melakukan hal-hal tersebut.

Tuan Guru Muhammad al-Ghamari ketika melihat murid yang sering kali duduk di pintu mesjid bersama para pemburu dunia, maka akan mengusirnya dari pemondokannya sembari berkata, “Sesungguhnya pemondokan hanyalah digunakan untuk beribadah dan menutup mata untuk tidak lagi melihat hal-hal yang menjadi kesenangan nafsu. Maka barangsiapa duduk di depan pintu pemondokan maka tidak ada bedanya dengan duduk di pasar.”

Demi Allah, sungguh hal itu akan mempengaruhi orang fakir sufi bila perangkapnya sudah berkembang pada majelis-majelis kebaikan dan akan mengotorinya. Karena saya tahu bahwa hal itu akan mencerai-beraikan hatinya dan mematikannya. Semoga Allah mengampuni orang-orang yang tidak mau menerima nasihatku.

PENYAKIT-PENYAKIT HATI

Seorang murid hendaknya menjauhi segala perbuatan yang dapat mematikan hati, seperti banyak melakukan hal-hal yang tak bermanfaat dan lupa dengan Allah. Maka hal itu termasuk hal yang sangat ampuh untuk mematikan hati. Sedangkan pekerjaan seorang fakir sufi hanyalah berusaha menghidupkan hatinya dan jauh dari segala yang menjadikannya lupa dengan Allah. Sebab hati manusia seperti roda penggilingan tepung, bila roda ini rusak maka semuanya akan rusak. Sementara penggilingan tepung hanya memiliki satu roda penggerak, dan bila ada dua roda penggerak maka tidak bisa berfungsi.

Sufinews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar