Minggu, 02 Oktober 2011


BAB II
 MENTAUHIDKAN DIRIِ

1. PENDAHULUAN
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Assalamualikum Wr. Wb.

Dengan rasa kerendahan hati kami panjatkan puji dan syukur kehadiran Allah subhanallahu wata’ala yang bijaksana beserta limpahan rahmat dan nikmatnya kepada kita sekalian semoga Allah selalu membimbingnya.
Saudara–saudara warga kekeluargaan dan para pembaca yang bahagia, pertama-tama kami terlebih dahulu memberitahukan sebagai mana anda maklum bahwa buku ma’rifat kepa da Allah yang telah beredar pada tahun yang lalu ada beberapa hal yang perlu diperbaiki baik yang bersifat firman/hadist Rasulullah beserta penjelasanya.

Dan selainitu perlu kiranya diketahui buku kema’rifatan ini tidak untuk dijual belikan dan bukan mata pelajaran untuk umum hanya khusus untuk warga kekeluargaan, simpatisan yang ingin mempertebal iman Islamnya kepada Allah Ta’ala. Oleh karan buku ini hanya penyampaian dan renungan yang pernah kami laksanakan pada tahu 1970 yang bertempat dirumah kami sendiri Jl. Percetakan Negara no. 63 D. Kelurahan Johar Baru Jakarta Pusat. Adapun dasar-dasarnya penyampain tersebut kami ambil dari beberapa firman dan Hadist shoheh agar dapat mempermudah untuk dimengerti olah pembaca.

Saudara-saudara para warga kekeluargaan dan para pembaca yang tercinta marilah kita mulai saja memperhatikan yang disabdakan oleh Rosul Allah sallalahu alaihi wasalam dengan arti dan penjelasannya yang wajib sama-sama kita pahami dan laksanakan ialah yang berbunyi :

“Din’ul Mar’I Aqlu Hu Waman Aqlalahu Ladzina Lahu”

Artinya :
Agama sesorang itu yang dapat diterima oleh akal dan pikiran yang sempurna, demikian kiranya penjelasan arti dan pengertianya yang cukup jelas dan tegas bahwasanya agama itu harus dengan pengertiannya akal yang sehat, sebagai contoh bahwa manusia-manusia yang kehilangan akal (gila) tidak diwajibkan untuk beragama memang dihukumkan baginya, karena tidak mempunyai rasa malu/rasa diri maka karena itulah sangat penting sekali akal dan pikiran kita manfaatkan atau digunakan untuk memununtut ilmu Allah dalam Agama Islam, sebab banyak penegrtian agama itu sendiri yang sulit-sulit dipecahkan dengan akal lebih-lebih dalam melaksankan pengalaman atau pengabdianya terhadap Allah Subhanallhu Wata’ala yangberkaitan dengan masalah-masalah hudiyah hakikinya ataupun muamallah Insaniah, oleh karena ukuran pahala itu disesuaikan dengan besar dan kecilnya karya itu sendiri, karena setiap manusia itu dudah barang tentu apa yang diusahakan nya ingin mendapatkan imbalan atau keridhoan Allah Robil Alamin itulah menjadi tujuan pokok setiap pemeluk agama apapun karena itu satu-satunya tempat (wadah yang tiada taranya.

Untuk lebih jelasnya cobalah anda meneliti pelajaran sifat dua puluh dimana semua pecahanya tidak akan lepas dari pengertian akal, disebabkan akal itulah yang memegang peranan prnting dalam hidup dan kehidupan di alam semesta ini. Selanjutnya marilah kita lihat firman Allah di surat Adz dzariyaat ayat 20 dan 21 yang berbunyi :

“Wafili ardi ayyatun lil muqinin wafie anfusikum afalla tubsirun”

Artinya:
Diatas bumi yang kita duduki ini ada tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah Tbagi orang-orang yang berjiwa yakin apakah anda tidak mengambil pelajaran dan pengertian?
(cobalah anda teliti dan fikirkan baik-baik atas diri pribadi anda sendiri)

Begitulah kiranya penjelasan arti dari firman Allah tersebut diatas dan marilah kita sama mengerti apa yang diterangkan oleh ayat tersebut. Dengan melalui ayat tersebut kita telah diberi peringatan untuk bahan pemikiran agar setiap orang/pemeluk-pemeluk Agama Isalam dapat membedakan antara baik dan buruk dan berfikir pula secara sempurna sehingga dapatlah membuktikan kebesaraNya.

Apabila kita meneliti atas diri kita sebagai umat yang beragama Islam diwajibkan untuk mengenal (mengetahui) sifat-sifat Allah agar kita lebih khusuk dan mantap didalam menjalankan ibadah persembahan masing-masing demi mendapatkan kebesaran Allah sesuai dengan yang dijelaskan dalam Al Qur’an dalam sabda rasullulah yang berbunyi :

“Awwalu dinni ma’rifatullah ta’ala”
Artinya :
Pertama-tama beragama diwajibkan mengenal kepada Allah Ta’alah.

Sabda Rasulullah menerangkan kepada kita sekalian untuk mewjibkan benar-benar dan sungguh-sungguh bagi setiap pemeluk agama Islam untuk berma’krifat (mengenal) Allah Robil Alamin sebelum kita melakukan ibadah (sembahyang) oleh karena itu rosulullah sangat saying kepada sesamanya, maksudanya agar sholat yang kita lakukan itu akan lebih sempurna. Semisal apabila kita mempunyai barang yang berada ditempat (wadah) pastilah barang tersebut akan terpelihara dengan baik dan tidak tersia-siakan pekerjaan kita tersebut.
Dalam hal tersebut diatas kita disuruh berfikir dan mencari tahu sebab-sebabnya sehingga kita tidak sekedar ikut-ikutan dan tidak hanya sembahyang saja. Karena Rasullulah bersabda sembahyang yang tidak diketahui yang disembahyangi adalah sia-sia. Oleh karena itu selama dialam semesta ini berusaha untuk mengenal (Ma’rifat) kepada Allah Ta’ala sehingga sembahyang (ibadah) kita tidak sempurna dan akan sia-sialah apa yang kita kerjakan.

Saya umpamakan pekerjaan itu adalah pegawai (buruh,pekerja) yang meminta upah kepada majikannya, sedangkan majikanya tidak mengetahui apa yang dikerjakan. Bukankah sia-sia artinya? Untuk tidak sia-sia usaha yang kita lakukan dari siang sampai malam yang tidak mengenal lelah maka berusahala untuk menyimpan (menampung) amal dan ibadah kita sebagai celengan kita diakherat nanti. Hadist Rasullulah yang berbunyi :

“Nahkanu Nakhusu Akhsana Alaika Khsana Lassasih”
  Artinya :
Aku ceritakan kepadamu sebaik-baiknya sejarah.

Dan marilah kita perhatikan dan renungkan firman Allah dalam surat Alhujurat 49 ayat 13 yang berbunyi :

وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلا تُبْصِرُونَ وَفِي الأرْضِ آيَاتٌ لِلْمُوقِنِينَ

“ Ya Ayuhanas Inna Kholaq Nakum Min Zakarifnna Waunsa Waja’alnakum Su’ubaanWaqoba Illa Lita’arofu Inna Akromakum Indallahi Atqoqum Innalaha Allihun Khobiir”

Artinya :
Wahai manusia perhatikanlah sesungguhnya aku telah menjadikan kamu dari pada laki-laki dan perempuan dan berbangsa-bangsa serta bersuku-suku agar hendaknya kamu saling kenal-mengenal satu dengan lainya, sesungguhnya yang paling mulia adalah orang-orang yang bertaqwa.

Secara lahiriah bahwa kita (manusia) itu berasal dari dua kelamin bapak dan ibu, keluar melalui rahim ibu kita. Dan dari sinilah kita bertanya dari manakah ibu keluarnya? Tentu dijawab dari nenek kita, dari mana nenek keluarnya? Laci dari kumpi kita, selanjutnya dari mana kumpi kelurnya? dari buyut kita, dari mana buyut keluarnya? Dari udeg-udeg kita, dari mana udeg-udeg keluarnya? Dari janggawareng kita? Dari mana janggawareng kita keluarnya? Dari Kekait Siwur dan seterusnya dan bahwa kita itu berasal dari Ibu Hawa di dalam penjelasan Al Qur’an terangkan juga bahwa asalnya Ibu Hawa tersebut berasal dari tulang rusuk Nabi Adam dan dari mana asal Nabi Adam tersebut berasal dari 4 unsur yang disebut :
1.        Unsur Api
2.        Unsur Air
3.        Unsur Angin
4.        Unsur Bumi (tanah)

Dan unsur-unsur itupun masih mempunyai asal ialah (dalam Al Qur’an berasal dari Nunya Muhammad yang berasal dari empat cahaya) :
1.     Cahaya Merah diartikan Api
2.     Cahaya Putih diartikan Air
3.     Cahaya Kuning diartikan Angin
4.     Cahaya Hitam diartikan Bumi

Nur Muhammad itupun telah diterangkan juga oleh hadist Rasullulah berasal dari Nurnya yang maha suci yang disebut Johor awal. Adapun asalnya dari 7 lapis langit dan 7 lapis bumi juga dari Johor awal beserta apa-apa yang menjadi isinya, sabab semua yang ada sekarang ini berasal dari tidak ada. Asalnya dari Allah kembali kepada Allah juga.
Apa yang menjadi sifat-sifat Johar awal menurut ajaran Islam bahwa terciptanya alam semesta berseta isinya dari paduan antara  Dzat dan Sifat barulah ada perwujudan (kata agama) Allah secara terperinci. Pada hakekatnya cahaya-cahaya tersebut terjadi sebagai berikut :
1.    Cahaya Merah hakekatnya menjadi Lapad Alip;
2.    Cahaya Putih hakekatnya menjadi Lapad Lam Awal;
3.    Cahaya Kuning hakekatnya menjadi Lapad Lam Akhir;
4.    Cahaya Hitam hakekatnya menjadi Lapad Ha;
5.    Johar Awal hakekatnya menjadi Tasdjid.

Penjelas cahaya-cahaya itu disebut Ismudat atau dengan kata lain Dzat Laesa Kamisilihi, karena saking sucinya sehingga sulit diumpamakan. Sesungguhnya dialah yang mulia dan dia pula yang paling akhir, dialah sumber dari segala yang ada sekarang ini yang dapat dilihat oleh mata maupun yang ghoib.
Itulah yang dijelaskan oleh Al’hadid surat 57 ayat 3 yang berbunyi :   

هُوَ الأوَّلُ وَالآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Wal Awalu Wal akhirru, Wal Dhohirri Wal Bhathinnu Wahuas Sam'ul A'lim”

Artinya :
Dia yang mula-mula dan Dia yang akhir, Dia yang wujud dan Dia yang Ghoib dari segala sesuatu yang maha mengetahui”

Apabila kita teliti secara mendasar sesungguhnya antara yang nyata dan tidak nyata adalah satu, cobalah anda renungkan dengan baik agar tidak terlalu jauh berpikir kita dalam mentauhidkan diri kepada Allah Ta’alah. Oleh karena itu saya yakin dan percaya bahwa nadapun sependapat, dari mulai sekarang. Dalam mengenal (menyatukan diri) dari yang maha hidup sangat penting mengingat mumpung kita masih diberi kesempatan sebelum kita dipanggil.
Cobalah kita telusuri hakekatnya Muhammad dan dobraklah serta singkirkan yang menghalangi tujuan kita agar bisa terungkap jalan kepada bertemunya Dzat dan Sifatnya Allah Ta’allah yang disebut Tasdjid, yang ada dalam perwujudan diri pribadi masing-masing. Apabila kita bisa bertemu kepada Allah tadi, jelas sudah kita dapat memenuhi dalil mulia kejati pulang keasal dimana, jasmani kita yang sekarang dipergunakan diatas bumi ini kembali kepada Nur Muhammad (Merah, Putih, Kuning, Hitam), yang mulai kejati kemabli kepada rasa hidup yang bersal dari Nur yang maha suci (Allah) Johar Awal. Apabila kita ingin masuk surga (pulang) keasal kita sebagaimana lainya megatakan “habislah rasa habislah jasmani” dalam artian tidak ada yang ketinggalan. Itulah pada umumnya umat Isalm apabila kita sudah berada didalam kurung batang, diucapkan :

“Inna Lillahhi Wa Inna Illaihhi Ro'ji'un”
Artinya :
Asalmu dari Allah kembalilah kepada Allah

Hati-hatilah jangan sampai kesasar apabila latar belakangnya harus menuntut ilmu Allah. Rosullullah telah bersabda memperingatkan kita:

“Mantolabal Maulana Bieghoiri Nafsihik Faqad Dhola Dholalan Baidah”
Artinya :
Sesungguhnya Aku dengan engkau hai Manusia tida ada antara lagi, seandainya ini seumpama urat lehermu dengan leher mu sekalipun, yang berarti sama dengan  gula dan manisnya, dapatkah anda pisahkan ?. Nah begitulah akrabnya Allah dengan Manusia, umpamanya garam dengan asinnya, apakah ini masih saja anda ragukan kebenaran firman tersebut diatas ?. Jangan anda punya pikiran terpisah (jauh) dari diri anda sendiri, andapun harus sadari benar-benar apa-apa yang dilakukan/maupun baru anda niatkan, sesuatu apakah niat baik, atau buruk…Allah telah mengetahuinya, maka dari itu sangat Wajib sekali untuk cari tahunya agar kita tidak merasa menjauhkan atau dijauhkan oleh Allah, cobalah perhatikan bahwa dalam Al Qur’an, Allah benar-benar meninggikan Derajat Manusia sebagaimana Allah menjelaskan yang berbunyi:
"Walaqod Karomna Banni Adam"
Artinya  :
Sesungguhnya Aku muliakan anak cucu Adam, apakah kita belum mau menerimanya sebagai cucu Adam, cobalah anda gunakan fikiran dengan baik-baik, renungkanlah, sayang seribu kali sayang…apabila Akal Pikiran yang telah diberikan oleh Allah SWT tidak dimanfaatkan. Cukup sudah dari beberapa ayat-ayat dan hadist Rasulullah menerangkan kepada sekalian, seandainya petunjuk diatas tidak diambil peduli itu bukanlah kesalahan-kesalahan Al Qur’an ataupun ayat-ayat tersebut justru pada Manusianya itu sendirilah yang tidak mau berfikir. Para Warga “Kekeluargaan” dan saudara-saudara pembaca yang tercinta, marilah kita teruskan lagi dengan memperhatikan ayat-ayat lainnya untuk kita lebih meyakinkan lagi atas kebenaran Al Qur’an bahwa sesungguhnya Manusia itu sangat Indah diciptakan oleh Allah dari pada machluk-machluknya yang lain, ialah yang berbunyi:

”Laqad Kholaqnal Insana Fi Achsani Taqwin”
Artinya :
Sesungguhnya Aku jadikan Manusia sebagus-bagusnya permulaan/seindah – indahnya bentuk dan pendirian paling sempurna.
Demikianlah penjelasan Al Qur’an, cobalah anda pikirkan/renungkan baik sungguh hebat sekali apabila kita sendiri mau menyadari bahwasanya kita Manusia yang paling sempurna, dengan kelengkapannya ialah Panca Indra yang berarti Manusia baik Bentuk dan Perwujudan maupun yang lain-lainnya jelas lebih dari segalanya sudah barang tentu pula tindak tanduknya didalam mengemban tugas hidup di Alam Semesta ini juga lebih sempurna, selanjutnya marilah kita perhatikan penegasan Rasulullah yang selalu diterangkan oleh ulama-ulama kita ialah demikian:
“Man Arofa Nafsahu Faqod Arofa Robbahu”
Artinya :
Siapa-siapa Manusia yang telah Mengenal kepada Dirinya Sendiri / Pribadi, maka sudah pasti orang itu akan Mengenal kepada Allah (Tuhannya).
Sudahkah anda mengenal Diri anda sendri ?, apabila kita telah mengerti dan tahu Diri sendiri, tentu akan lebih merasa Wajib lagi untuk melakukan hal-hal yang anda rasa dapat memenuhi atas petunjuk-petunjuk Rasulullah, agar benar-benar kita telah dekat dan merasa jadi satu dengan yang memberi Hidup kita. Oleh karena apabila kita tidak mau mencari tahu sampai hari Qiamat pun tidak tahu dan mengenal kepada yang kita Agungkan (kita sembah), mengapa kita diwajibkan untuk mengenal kepada yang kita sembah, apakah makksudnya ?.

Sebab apabila kita telah mengenal kepada Allah, ialah agar tindak tanduk serta perbuatan tidaklah terlalu gegabah, sembarangan saja, seenaknya mengaku asal. Dia pikir, menguntungkan dirinya, masa bodoh orang lain, inilah Rasulullah mengatakan yang berbunyi:
“Waman Arofa Robbahu Faqod Jahilan Nafsahu”
Artinya :
Siapa-siapa yang mengenal kepada Allah (Tuhannya) sudah barang tentu ia akan merasa bodoh Dirinya, karena ia penuh rasa kesadarannya, bahwasannya Manusia (dia sendiri) tidak punya apa-apa, mengingat apa-apa yang dia lakukan sehari-hari itu adalah bukan miliknya, semata-mata hanya karena Allah sajalah yang bisa menggerakan kesana kemari, adalah karena digerakkan Allah, bisa bicara karena Ia Hidup, itulah bisa mendengar karena dikasih pendengaran, jadi kesemuanya adalah kepunyaan Allah. Bahwasanya Manusia itu merupakan Kerangka, justru dia mengakui dirinya itu bodoh yang pintar hanya Allah saja, renungkanlah anda jangan baru bisa membaca Al Qur’an lantas sudah ngaku orang benar, Aku yang paling pintar, sesungguhnya Manusia itu tidak punya daya upaya kecuali ALLAH, hati-hatilah dengan pikiran anda dan cobalah anda baca Kitab yang Kekal/Baqa. Apa yang anda baca sekarang adalah Kitab Sahri.
Saudara-saudara para Warga “Kekeluargaan” dan para pembaca yang budiman marilah perhatikan firman Allah, disurat Al Israa (surat 17 ayat 14) yang berbunyi adalah sebagai berikut:
اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا

“Iqro Kitabaaka Kaafa Binaf Sika Alyauma Alaeika Hasiba”

Artinya  :
Bacalah oleh anda Kitab Kekal, Kitab yang ada pada Diri Anda Sendiri, Kitab yang berlaku didunia dan diakherat hukumnya yang tidak bisa rusak dan carilah Guru yang ada didalam dirimu sendiri, Guru yang Maha Pinter dan Maha Benar. Apabila anda tidak bisa mencari Guru dan Kitab yang Langgeng Dunia dan Akherat, cobalah anda usahakan dari Qodrat dan Iradatnya Allah Ta’ala. Nah bagi kita yang mengaku sebagai Umat yang beragama Islam telah diberi contoh sebagaimana yang diterangkan oleh firman Allah di ayat tersebut diatas agar kita jangan sampai keliru dalam menerapkan Iman Islam kita, karena sudah jelas dan gamblang bahwa atas kekusaan Allah Ta’ala itu didalam diri kita sendiri (Manusia) lebih-lebih telah terasa bahwa Allah, diri kita masing-masing juga lebih nyata lagi bahwa Ilmu Allah didalam diri sendiri (Manusia) dan terasa ingatannya bahwa penglihatan Allah didalam diri kita sendiri, dan juga lebih terasa bahwa Pendengaran Allah didalam diri kita masing-masing begitu pula pengucapan/pembauan/penciuman (perabaan) terasa didalam diri sendiri/pribadi sendiri. Apabila yang telah begitu jelas kita terima dari peringatan ayat tersebut diatas, cobalah anda renungkan baik-baik selain daripada itu cobalah kita usahakan bagi penjelasan antara lain Al Qur’an untuk lebih mantap dan mengerti benar-benar Kitab dalam surat Al-Hadidd (surat 57 ayat 4) menerangkan kepada kita sekalian yang berbunyi sbb:
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Wahuwa Ma’akum Ainama Kumitum Wallahu Bimma Ta’malunna Bashirr”

Artinya :
Sesungguhnya dimana saja kamu berada hai Manusia, disitu Aku ada, apa yang kamu perbuat, Aku Maha Mengetahui, bukankah itu telah cukup gamblang dan jelas?. Sungguh hebat sekali pernyataan Allah dalam Al Qur’an tersebut harus kita sadari jangankan yang telah terwujud/ bentuk. Sedangkan baru saja kita niat akan melakukan sesuatu telah diketahui Allah SWT, karena Maha Mengetahuinya. Apakah masih saja kita tidak mau? Bahkan apabila mau merenungkan kata-kata Allah diatas bahwa jelas Allah adalah bersama-sama dengan Manusia. Untuk menjelaskan kedudukan bahwa Allah bersama Manusia, Tau kita sendiri apanya yang bersama itu, maka kita lihat petunjuk di Kitab 20 dari Kodrat dan Irodatnya Allah itu sendiri pasti anda temui suatu penjelasannya para ulama-ulama kita dengan ketentuan rangkap.

1.    Hayat dan Hayun : -Hayat artinya Hidup, -Hayun artinya Yang Hidup.
2.    Basyare dan Basyiran : -Basyare artinya Lihat, -Basyiran artinya Yang Melihat.
3.    Sama dan Samian : -Sama artinya Dengar, -Samian artinya Yang Mendengar.
4.    Kalam dan Mutakaliman : -Kalam artinya Kata-kata, -Mutakaliman artinya Yang berkata-kata.
5.    Kodrat dan Iradat : -Kodrat artinya Kuasa, -Iradat artinya Yang Merasakan.
Demikian anda dapat merasakan Hidup itu dan dinamakan merasakan Kekuasaan Allah itu? Sudah barang tentu anda sendirilah yang bisa merasakannya apabila anda mau memperhatikan atas diri pribadi dan apabila kita tarik kesimpulan sesungguhnya ialah tidak ada lagi yang lebih kuasa didalam diri kita masing-masing kecuali si Hidup itu, Oleh karena buktinya kita bisa bergerak bisa kesana kesini, yang jelas karena adanya Hidup bisa mendengar dan bisa melihatpun karena Hidup, demikian pula kita bisa mengucap bisa mencium sesuatu yang bau busuk atau wangi itupun karena kita Hidup, jadi justru penting sekali disusahakan agar kita bisa mengerti agar tahu rasanya bukan sekedar percaya kata orang/kata guru, kata para ulama. Tetapi hendaklah kita wajib mengetahui sendiri dan merasakan sendiri enak dan tidak enaknya nantinya bukan ditentukan orang-orang tersebut, oleh karena masing-masingpun akan mempertangungjawabkan pekerjaannya sendiri-sendiri sebagai utusan (Khalifah) dari Allah, mungkin saja apa-apa yang mereka lakukan atau mereka yakinkan itu benar maka nereka sendiri, tetapi yang jelas belum tentu benar kata Allah Ta’ala. Inilah yang anda harus perhatikan, oleh karena Al Qur’an pun telah menjelaskan percaya tanpa tahu hukumnya TAKLIK dan sudahkah yang anda sembah itu? Iman dan Ma’rifat justru percaya itu harus disertai tahunya (Mengerti) agar Kepercayaan kita tidak membuta tetapi katanya ber Iman kepada Allah bila ditanya tahu saja tidak, ini tahu namanya dan apakah kiranya sama kepercayaan yang dilakukan oleh Agama Budha, Agama Kristen, kepercayaan Agama Lainnya? Apabila ditanya apakah engkau percaya kepada Allah ? Ngaji, percaya sebab ada buktinya ialah langit dan bumi ini maka ngaji percaya dan sama kiranya kepercayaan kita umat yang mengaku beragama Islam ? dan cobalah anda pikirkan baik-baik. Janganlah Guru bilang begini percaya begitu saja. Kita Manusia yang cukup dianugerahi Allah Akal dan Pikiran yang sangat sempurna hendaklah digunakanlah, manfaatkanlah apa-apa yang diberikan Allah kepada Manusia, janganlah kepercayaan kita terbatas hanya kata-kata beriman saja. Atau melihat bikinan Allah...Langit dan Bumi saja, dengan adanya Matahari, Bulan dan Bintang dan lain-lainnya, memang ada perbedaan-perbedaannya cara Agama Islam dengan Agama lain, Agama Islam itu ada rukun-rukunnya Sholat, Zakat, Puasa dan Pergi Haji juga. Agama Islam itu ada Sembahyangnya ada sosialnya, mungkin lain kata-katanya saja karena semua Agama yang ada dimuka Bumi ini menyuruh pelaku-pelakunya berbuat baik, diperintahkan banyak-banyak beramal kepada sesamanya dimuka bumi ini, bukan Islam saja mengajurkan bahwa Umat Islam pelaku-pelakunya supaya banyak beramal, tetapi kita perhatikan, dikatakan oleh Ajaran Islam (satu) Agama Islamlah yang diredoi Allah dan Agama Islam yang paling tinggi dari semua Agama-Agama yang lain tetapi apabila melihat kenyataan Kepercayaan terhadap Allah sama anda bilang Tuhan Yang Maha Esa, ada Gusti Allah, ada Tuhan Allah dan macam-macam lagi justru janganlah mengaku yang paling benar dan paling tinggi, cobalah anda tanyakan pada diri sendiri (masing-masing) agar kita dapat menyakinkan atas Ketinggian dan Kebenaran Agama Islam itu.
Marilah kita perhatikan firman Allah dalam surat Al Maa-idah (surat 5 ayat 3) yang berbunyi sebagai berikut :

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا

“Alyaumaaqmaltu Lakum Dinukum Wa’atmamtum Alaikum Nikmati Waroditu Lakumul Islamadina”
Artinya  :
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu Agama-mu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridoi Islam itu jadi agama bagimu. Nah apabila Allah sendiri telah menyatakan demikian tadi jelas Agama Islam mempunyai kelainan, ketinggian, kebenaran pula sempurnanya, sudah tentu kita harus berpikir sempurna dan pula tentu kita harus bisa membuktikan ketinggian Agama Islam yang telah diredhokan itu bukan sekedar dibaca dalam Kitab saja tetapi harus bisa membuktikan dalam Diri Pribadi masing-masing (sendiri) baru dapat sesuai dengan apa yang diajarkan Islam yang disabdakan Rasullullah :

”Al Insana Sirihie Wa’Siruhuu”
Artinya  :
Rasamu Hai Muhamad adalah Rasa-Ku kata Allah dan Rasa Allah adalah rasanya Muhammad, Pengetahuan Allah, pengetahuan Muhammad Allah Tahu, justru itulah sebabnya menyakiti hati orang lain sama dengan menyakiti diri sendiri atau membeci Manusia/sesama Insan sama dengan membenci Allah, mengasihi kepada semua Machluk sama dengan ta’at dan patuh kepada Allah, karena Allah berfirman disurat Al-Djin (surat 72 ayat 28) yang berbunyi adalah sebagai berikut:

وَأَحَاطَ بِمَا لَدَيْهِمْ وَأَحْصَى كُلَّ شَيْءٍ عَدَدًا

Waahatho Bimma La’dhihim Waafsha Kulla Syaiina Adadah”

Artinya  :
Sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu. Para Ulama menjelaskan dengan Bahasa Indonesianya : sesungguhnya Allah Ta’ala itu menepati apa yang ada pada Manusia (pada kita). Kalau begitu halnya yang berarti bahwa sebanarnya Manusia berada dalam Allah (karena diliputi olehnya) dapat pula diperhatikan apa-apa yang kita lihat dengan mata maupun yang tidak bisa dilihat oleh mata apakah yang tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi sekalipun yang paling bawah dddan paling atas bisa disebut Allah namanya, jadi kedudukan Manusia sendiri dapat diartikan adalah sebagai Kerangka daripada Allah Ta’ala, untuk membuktikan bahwa Allah itu adalah Kuasa, Allah dan lain-lain dan sekaligus untuk melaksanakan kehendak Allah itu sendiri agar dapat lebih meyakinkan kebenarannya cobalah kita perhatikan ayat-ayat lain yang tertera dibawah ini.
”Illa Haqqa Billa Haqqin Illa Haqqin Billa Haqqa”
Artinya  :
Haknya Allah adalah Hak Muhammad, Hak Muhammad adalah Hak Allah, Rahasia Allah Muhammad tahu Rahasia Muhammad Allah Tahu, Pengetahuan Allah adalah Pengetahuan Muhammad, Pengetahuan Muhammad adalah Pengetahuan Allah. Dan tidak mungkin Dzat tanpa Sifat, adanya Sifat dan tidak mungkin adanya sifat tanpa adanya ayat dan sifat itu tidak dipisah-pisahkan justru dikatakan oleh pengerti-pengerti di Jaman dahulu, sesungguhnya kata Allah, Aku ini bukanlah kamu, tetapi sesungguhnya kamu adalah Aku, kata Allah. Cobalah penjelasan ini pandanglah Semesta Alam ini banyak pasti yang tidak tahu (lenyap). Maka sangat penting bagi kita Umat Islam agar tidak terlalu jauh menyimpang atau tidak ragu dalam mengimankan kepada adanya Allah SWT. Dengan sifat-sifat dan pengertiannya yang akan dapat membawa kita keberhasilan Usaha kita bersama mengemban Tugas Hidup yang diamanatkan oleh Allah pencipta Alam ini, sehiingga kita dapat mempertanggungjawabkan kepada yang mengutus kita semua umat Manusia dimuka Bumi ini.

ME. Hasan Rohili

1 komentar: