Rabu, 19 Oktober 2011

 AKU

SIAPA AKU
Selama ini…
Saat aku berkata aku…
Aku tertahan dimataku…,
Karena mataku mengaku aku.
Saat aku berkata aku…
Aku terjebak ditelingaku…,
Karena telingaku mengaku aku.
Yang paling menyakitkan…
Saat aku berkata aku…
Aku terpasung oleh perut dan kelaminku…,
Karena perut dan kelaminku mengaku aku.
Saat aku berkata aku…
Aku terbelenggu dihatiku…,
Karena hatiku mengaku aku.
Saat aku berkata aku…
Aku terikat diotakku…,
Karena otakku mengaku aku.
Saat aku berkata aku…
Aku terpasung di file fikiranku…,
Karena file pikiranku mengaku aku.
Sehingga…
Akupun tak tentu arah dalam menetapkan visiku.
Akupun tersasar-sasar dalam menjalani misiku.
Akupun tersesat kesana kemari dalam menjalani tugasku.
Adakalanya, aku jadi hamba mataku.
Kadangkala, aku jadi hamba telingaku.
Entah berapa banyaknya, aku jadi hamba perut dan kelaminku.
Seringkali, aku jadi hamba hatiku.
Terlalu sering, aku jadi hamba otakku.
Tak terkira pula, aku jadi hamba file fikiranku.
Ahhh…, selama ini ternyata aku telah menjadi hamba dari atributku…
Aku selama ini telah menjadi hamba hawa un nafs…
Akibatnya…
Aku jadi tak bisa lagi pulang kekehakikianku dengan sadar…
Aku jadi tak bisa pulang keasalku dengan sadar…
Aku jadi tak bisa balik kembali kerumahku dengan sadar…
Aku jadi tak bisa bisa kembali menghadap kepada pemilikku dengan sadar…
Aku jadi tak bisa kembali ke Allah dengan sadar…
Aku jadi tak bisa menghamba kepada Allah dengan sadar…
Padahal…
Aku ingin pulang kerumahku dalam sadar…
Tapi mataku menghalangiku.
Aku ingin kembali keasalku dalam sadar…
Tapi telingaku menghalangiku.
Aku ingin kembali kepemilikku dalam sadar…
Tapi perut dan kelaminku menghalangiku…
Aku ingin menghadap Allah dalam sadar…
Tapi hatiku menghalangiku.
Aku ingin kembali ke Allah dalam sadar…
Tapi otakku menghalangiku.
Aku ingin menghadap Allah dalam sadar…
Tapi file fikiranku menghalangku…
Aku ingin menghamba kepada Allah dalam sadar…
Tapi atributku menghalangiku…
Ya…, aku sungguh ingin kembali kekehakikianku dalam sadar…
Bukan dipaksa dalam penderitaan…
Bukan dipaksa melalui kepedihan…
Bukan dihentakkan melalui siksa…
Bukan ditarik dalam tidur…
Bukan dibetot paksa dalam kematian…
Irji'ii ilaa rabbiki raadhiatan mardiyyah…
Aku rindu pulang sendiri kerumahku dalam sadar…
Aku ingin pulang sendiri keasalku dengan rela…
Aku ingin kembali ke Allah dengan rela…
Aku ingin mi'raj dengan rela dalam SHALATKU…
Fadkhulii fii i'baadi…
Untuk rela bergabung dalam jama'ah hamba-hamba Allah yang lain.
Untuk bersedia berkarya bersama hamba-hamba Allah yang lain.
Wadkhulii jannatii…
Untuk duduk bersama dalam citra kesukacitaan.
Untuk beraktifitas bersama dalam nuansa kesukacitaan.
Laa ilaha illallah…, DERR…
Wahai kalian semua…
Mataku…, telingaku…, hatiku…, otakku…, dan file fikiranku…
Terlebih lagi wahai perut dan kelaminku…
Dengarlah sabdaku…
Ternyata..
Kalianlah selama ini yang telah memperkecilku.
Kalianlah selama ini yang telah mempersempitku.
Kalianlah selama ini yang telah menjepitku.
Kalianlah selama ini yang telah mengikatku.
Kalianlah selama ini yang telah memasungku.
Kalianlah selama ini yang telah mempermainkanku.
Sehingga…
Aku tercerabut dari kehakikianku.
Aku tercover dari asal muasalku.
Aku tidak bisa pulang kerumahku.
Padahal aku tahu…
Inna lillahi wa inna ilaihi raji'uun…
Bahwa aku ini hakikinya adalah milik Allah,
Dan kepada Allah lah semestinya aku pulang.
Padahal aku tahu pula…
Inni jaa'ilun fil ardhi khalifah…
Bahwa aku diutus Allah kebumi ini sebagai khalifah (penguasa).
Akulah sebenarnya sang penguasa atas kamu wahai mataku.
Akulah sebenarnya penguasa atas kamu wahai telingaku.
Akulah sebenarnya penguasa atas kamu wahai perut dan kelaminku.
Akulah sebenarnya penguasa atas kamu wahai hatiku.
Akulah sebenarnya penguasa atas kamu wahai otakku.
Akulah sebenarnya penguasa atas kamu wahai file pikiranku.
Semua kamu untuk kugunakan dalam menjalankan tugasku dari Allah…
Wama arsalnaaka illa rahmatan lil `alamiin…
Karena aku memang ditugaskan Allah untuk menjadi rahmat bagi semesta alam…
Hayya `alash shalah…………
Hayya `alal falah………..
Sekarang…
Aku merdeka saat aku berkata aku…
Aku adalah aku yang merdeka…
Aku telah merdeka dari mataku,
Yang selama ini ikut mengaku bisa melihat.
Wahai mataku…, diamlah…
Bukan engkau yang melihat saat kau melihat.
Tapi aku yang melihat melewatimu.
Los…
Aku telah merdeka dari telingaku,
Yang selama ini ikut mengaku bisa mendengar.
Wahai telingaku…, diamlah…
Bukan engkau yang mendengar saat kau mendengar.
Tapi aku yang mendengar melaluimu.
Los…
Aku telah merdeka dari perut dan kelaminku,
Yang selama ini ikut mengaku bisa berkuasa.
Wahai perut dan kelaminku…, ikutlah…
Bukan engkau yang berkuasa saat kalian berkuasa.
Akulah sekarang yang berkuasa memanfaatkanmu.
Los…
Aku telah merdeka dari hatiku,
Yang selama ini ikut mengaku bisa merasa.
Wahai hatiku…, diamlah…
Bukan engkau yang merasa saat kau merasa.
Tapi aku yang merasa melaluimu.
Los…
Aku telah merdeka dari otakku,
Yang selama ini ikut mengaku bisa berfikir.
Wahai otakku…, diamlah…
Bukan engkau yang berfikir saat kau berfikir.
Tapi aku yang berfikir melaluimu.
Los…
Aku telah merdeka dari file fikiranku,
Yang selama ini ikut mengaku bisa mengada.
Wahai file fikiranku…, tinggallah…
Bukan engkau yang ada saat kau mengada.
Akulah yang mengada melaluimu.
Los…
Aku adalah Pepadang…
Saat aku berkata aku…, aku…, aku…
Maka aku bukan lagi berada dimataku.
Aku bukan lagi duduk ditelingaku.
Aku bukan lagi si liar yang sibuk diperut dan kelaminku.
Aku bukan lagi si sibuk yang bolak balik didalam hatiku.
Aku bukan lagi si liar yang sibuk berjalan diotakku.
Aku bukan lagi si tak tentu arah yang sibuk berkelana di file pikiranku.
Yang selama ini selalu mendorongku kemasa lalu yang panjang,
Yang selama ini selalu menarikku kemasa depan yang lama.
Yang selama ini terus membawaku kedunia angan-angan.
Bukan begitu…
Aku adalah Pepadang.
Yang siap mengada…
Yang siap meretas jejak-jejak keberadaan…
Yang siap merekahkan jejak benih kesempurnaan…
Yang siap menebarkan jejak pendar kesukacitaan.....

Pangeran Mbeling

Tidak ada komentar:

Posting Komentar