URUSAN ALLAH
Barangsiapa memutuskan diri untuk tidak mengurus
dirinya dan melimpahkan urusannya pada Allah; memutuskan pilihannya hanya
pada pilihan Allah; memutuskan pandangannya hanya memandang Allah; memutuskan
kebaikannya hanya pada ilmu Allah disebabkan oleh disiplin kepatuhan dan
ridhanya; kepasrahan total dan tawakalnya pada Allah; maka Allah benar-benar
menganugerahkan kebaikan nurani hati, yang juga disertai dengan dzikir,
tafakkur dan hal-hal lain yang sangat istimewa.
Syeikh Abul Hasan berkata pada salah satu
muridnya: Aku melihatmu senantiasa mengekang nafsumu dan menarik
perkaramu dalam memerangi nafsumu itu. Engkau wahai Luka’ bin Luka’,
maksudku dengan itu menyatakan dua nafsu, terhadap leluhur dan pada anak-anak.
Engkau ditindih oleh ikut mengatur urusan (yang bukan urusanmu), hingga
sampai pada suapan yang engkau makan dan minuman yang engkau teguk, juga dalam
ucapan yang engkau katakan atau engkau diamkan. Lalu diamana posisimu di
hadapan Yang Maha Mengatur, Maha Tahu dan Maha Mendengar lagi Melihat;
Maha Bijaksana lagi Maha Waspada, Yang Maha Agung Keagungan-Nya dan Maha
Suci Asma’-asma’-Nya? Bagaimana bisa Dia disertai oleh yang lain-Nya? Karena
itu bila engkau menghendaki sesuatu yang akan engkau lakukan atau engkau
tinggalkan, maka berlarilah kepada Allah menghindari semua itu, maka
Allah pun akan menyingkirkanmu dari neraka. Jangan mengecualikan
sedikitpun. Tunduklah kepada Allah, kembalikan dirimu kepada Allah. Sebab
Tuhanmu mencipta apa yang dikehendaki-Nya dan memilihkan.
Hal demikian tidak akan kokoh kecuali pada orang
yang benar atau seorang wali. Orang yang benar adalah orang yang mengikuti
aturan hukum. Sedangkan wali orang yang tidak mempunyai aturan hukum. Orang
yang benar bersama hukum Allah, sedangkan wali, fana’ dari segala sesuatu
bersama Allah. Sementara para Ulama ikut mengatur dan memilih,
menganalisa dan mengiaskan. Mereka dengan segenap akal dan sifatnya senantiasa
demikian. Sedangkan para syuhada’ terus menerus mengendalikan dan berjuang,
mereka berperang, membunuh dan dibunuh, dan mereka hidup dan ada pula
yang mati. Mereka dihadapan Allah tetap hidup walaupun secara indera dan fisik
tidak ada. Adapun orang-orang shaleh, jasad mereka disucikan sedangkan rahasia
batin mereka menggigil dan tegang. Tidak relevan untuk menjelaskan kondisi
ruhani mereka kecuali bagi orang yang benar pada awal langkahnya atau
bagi wali pada akhir tahapnya. Engkau cukup melihat apa yang tampak pada
lahirnya berupa kebajikan-kebajikan mereka, dan jangan berupaya
menjelaskan kondisi batin mereka. Kalau engkau inginkan suatu perkara
yang hendak engkau lakukan atau engkau tinggalkan, kembalilah
kepada Allah, seperti yang kukatakan kepadamu. Mohonlah pertolongan
kepada Allah dan kembalikan dirimu pada-Nya. Ucapkanlah:
“Wahai Yang Awal, wahai Yang Akhir, wahai Yang
Akhir, aku memohon demi kebenaran namaku pada Asma-Mu, dan sifatku pada
Sifat-Mu, dan urusanku pada Urusan-Mu, pilihanku pada Pilihan-Mu,
jadikanlah bagiku sebagaimana engkau berikan kepada wali-wali-Mu (Dan
masukkan diriku) dalam berbagai hal (pada jalan masuk yang benar, dan
keluarkanlah diriku tempat keluar yang benar, dan berikanlah padaku, dari
sisi-Mu, kekuasaan yang menolong). Takutlah dirimu untuk bersangka buruk kepada
Allah: “Bertawakallah kepada Allah, sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang bertawakal.”
Aku pernah melihat, seakan-akan diriku duduk
dengan salah seorang muridku di hadapan guruku —semoga Allah merahmatinya—,
lalu guruku berkata, “Jagalah empat hal dariku. Tiga untukmu dan yang
satu untuk orang yang kasihan ini:
Janganlah engkau berusaha memilih persoalanmu
sedikit pun, pilihlah untuk tidak memilih. Berlarilah dari semua
upaya memilih itu. Penghindaran pilihanmu pada segala sesuatu, semata
untuk menuju kepada Allah. “Dan Tuhanmu menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya dan memilih apa yang terbaik bagi mereka.”
Setiap pilihan-pilihan syariat dan tata
aturannnya, maka itulah pilihan Allah, engkau tidak memiliki kompetensi di
dalamnya, dan engkau harus patuh pada-Nya, simak dan taatlah. Itulah posisi
Pemahaman Ilahi (fiqhul-Ilahy) dan Ilmu Ilhami (ilmul-ilhamy). itulah bumi ilmu
hakikat yang diambil dari Allah bagi orang yang bertindak lurus. Fahami
dan baca, serta berdoalah kepada Tuhanmu, sesungguhnya engkau berada dalam petunjuk
yang lurus. Namun apabila mereka membantahmu, katakanlah, Allah Mahatu atas apa
yang kalian semua ketahui.
Engkau harus tetap zuhud di dunia dan bertawakal
kepada Allah. Sebab zuhud itu merupakan fondasi amal, dan tawakal merupakan
modal dalam berbagai tingkah laku ruhani. Bersaksilah kepada Allah dan
berpegang teguhlah dalam ucapan-ucapan, tindakan-tindakan, akhlak, dan tingkah
laku ruhani. “Barangsiapa berpegang teguh kepada Allah, maka benar-benar ia
diberi petunjuk ke jalan lurus.”
Takutlah untuk bersikap ragu, syirik, tamak, dan
berpaling dari Allah demi sesuatu. Sembahlah Allah atas dasar agungnya
kedekatan, engkau akan mendapatkan kecintaan dan keistimewaan pilihan,
kekhususan dan kewalian dari Allah. “Allah adalah Wali bagi orang-orang yang bertaqwa.”
Sedangkan —untuk lelaki yang perlu dikasihani
ini— faktor yang menyebabkan putusnya hubungan ketaatan dengan Allah, dan
hatinya yang tehijabi dari bukti-bukti ketauhidan, ada dua perkara: Pertama ia
masuk dalam pekerjaan dunianya dengan cara ikut campur mengaturnya. Kedua
dalam amal akhiratnya dipenuhi keraguan atas anugerah-anugerah Ilahi Sang
Kekasih. Sehingga Allah menyiksanya lewat hijab, dan terus menerus dalam
keraguan, serta melalaikannya akan hisab kelak, lalu ia terjerumus dalam lautan
tadbir dan takdir (ikut campur aturan dan takdir Allah). Lalu ia mendekati
dengan kehati-hatian yang kotor. Apakah kalian semua tidak bertobat kepada
Allah dan mohon ampunan kepada-Nya, sedangkan Alllah itu maha Pengampun lagi
Maha Pengasih. Karena itu kembalilah pada Allah berkaitan dengan
prinsip-prinsip pengaturan dan takdir, engkau akan mendapatkan limpahan
kemudahan, antara dirimu dengan kesulitan yang ada akan terhapuskan. Setiap
ke-wira’i-an yang tidak membuahkan ilmu dan nur, maka kewira’ian itu sama
sekali tak berpahala. Sedangkan setiap kemaksiatan yang diikuti oleh rasa takut
dan berlari kepada Allah, janganlah engkau anggap sebagai dosa. Ambilah
rizkimu menurut pilihan Allah bagimu dengan mengamalkan ilmu dan mengikuti
sunnah Nabi Saw.
Engkau jangan naik ke tahap berikutnya sebelum
Allah menaikkan dirimu, sebab dengan tindakanmu itu telapak kakimu bisa
tergelincir.
Suatu ketika aku berhasrat pada sedikit saja dari
dunia, tidak banyak, lantas aku mengurungkan dan mengkhawatirkan jika hal
itu termasuk adab yang buruk (su’ul adab). Aku bergegas kepada Tuhanku,
dan ketika tidur aku bermimpi, seakan-akan Nabi Sulaiman as. sedang duduk di
atas tempat tidur, sementara di sekelilingnya banyak pasukan. Beliau
menyodorkan periuk dan piringnya. Aku melihat suatu hal yang telah disifatkan
Allah dalam firman-Nya: “dan piring-piring yang besarnya seperti kolam dan
periuk-periuk yang tetap (di atas tungkunya).” (Q.s. Saba’: 13). Lalu
tiba-tiba ada yang memanggilku, “Janganlah engkau memilih sedikitpun di
sisi Allah, namun jika engkau memilih sebagai ubudiyah semata bagi Allah dalam
rangka mengikuti Rasulullah Saw. ketika bersabda: “Sebagai hamba yang
bersyukur” yakni sebagai Rasul. Kalau toh pun harus memilih, pilihlah untuk
tidak memilih. Dan larikanlah pilihanmu itu pada pilihan Allah.”
Aku terbangun dari tidurku, lalu kulihat ada yang
berkata padaku, “Sesungguhnya Allah telah memilihkanmu untuk berdoa:
“Ya Allah luaskanlah rizki padaku dari duniaku,
dan janganlah engkau jadikan hijab dengannya (rizki dunia) itu terhadap
akhiratku. Jadikanlah tempatku di sisi-Mu selamanya di hadapan-Mu,
senantiasa memandang dari-Mu kepada-Mu. Tampakkanlah Wajah-Mu dan tampakkanlah
padaku dari penglihatan dan dari segala sesuatu selain-Mu. Hapuskanlah
penghalang antara diriku dengan Diri-Mu. Wahai Dzat, yang Dia adalah Maha
Awal, Maha Akhir, Maha Dzahir, Maha Batin, dan Dia adalah Maha Tahu atas segala
sesuatu.”
Manusia paling celaka adalah manusia yang
menghalangai diri pada Tuhannya, dan mengambil alih urusan duniawinya, sementara
ia alpa akan prinsip dan tujuan, serta amal akhiratnya.
Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzily
SufiNews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar