BERSEDEKAH
Sore itu Mukidi menemani istri dan anaknya
berbelanja kebutuhan lebaran. Selesai berbelanja mereka menuju ke tempat parkir
mal, tangan-tangan mereka sarat dengan kantong plastik belanjaan.
Baru saja mereka keluar seorang wanita
pengemis bersama seorang putri kecilnya menengadahkan tangan kea rah Markonah:
“Bu, minta sedekah.” katanya. Markonah kemudian membuka dompetnya lalu
menyodorkan selembar Rp 1.000 an. Setelah pengemis itu menerima pemberiannya,
ia tahu kalau jumlahnya tidak cukup untuk makan berdua anaknya.
Dia lalu memberi isyarat dengan
menguncupkan jari-jarinya di arahkan ke mulutnya, kemudian ia memegang kepala
anaknya dan sekali lagi ia mengarahkan jari-jari yang terkuncup itu ke arah
mulutnya. Seolah ia berkata, “Aku dan anakku ini sudah berhari-hari tidak
makan, tolong beri kami tambahan sedekah untuk bisa membeli makanan.”
Markonah
membalasnya dengan isyarat pula dengan gerak tangan seolah berkata, “Tidak…
tidak, aku tidak akan menambahkan sedekah untukmu!” sambil berjalan bersama anaknya
membeli ta’jil untuk berbuka, sementara Mukidi berjalan ke ATM center guna
mengecek saldo rekeningnya.
Ternyata gaji bulan ini plus THR sudah
masuk. Ia tersenyum melihat jumlah saldonya, lalu menarik beberapa juta rupiah
dan ia menyiapkan bonus Rp. 10 ribu, untuk pengemis tadi.
Diberikannya uang Rp 10 ribu itu kepada si
pengemis. “Alhamdulillah… Alhamdulillah…
Alhamdulillah… Terima kasih tuan! Semoga Allah memberikan rezeki berlipat untuk
tuan dan keluarga. Semoga Allah memberi kebahagiaan lahir dan batin untuk tuan
dan keluarga. Diberikan karunia keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Rumah
tangga harmonis dan anak-anak yang shaleh dan shalehah. Semoga tuan dan
keluarga juga diberi kedudukan yang terhormat kelak nanti di surga…!”
Mukidi tidak menyangka akan mendengar
respon yang begitu mengharukan. Mukidi mengira bahwa pengemis tadi hanya akan
berucap terima kasih saja. Namun, apa yang diucapkan oleh wanita pengemis tadi
sungguh membuat Mukidi terpukau dan membisu. Apalagi tatkala sekali lagi ia
dengar wanita itu berkata kepada putri kecilnya, “Nak, alhamdulillah akhirnya
kita bisa makan juga…!”
Hati Mukidi berdegup kencang. Rupanya
wanita tadi sungguh berharap tambahan sedekah agar ia dan putrinya bisa makan.
Sejurus kemudian mata Mukidi membuntuti kepergian mereka berdua yang berlari
menyeberang jalan, lalu masuk ke sebuah warung Tegal untuk makan di sana.
Mukidi masih terdiam dan terpana di tempat itu.
“Ada apa mas?” Tanya Markonah.
“Aku baru saja menambahkan sedekah kepada
wanita tadi sebanyak Rp. 10 ribu!”
Markonah hampir tidak setuju, namun Mukidi
melanjutkan kalimatnya:
“Bu… kamu tahu, saat menerima uang itu ia
berucap hamdalah berkali-kali seraya bersyukur kepada Allah. Tidak itu saja, ia
mendoakan aku, mendoakan dirimu, anak-anak dan keluarga kita. Panjaaaang sekali
doanya.
Dia hanya menerima karunia dari Allah SWT sebesar 10 ribu saja sudah
sedemikian hebatnya bersyukur, padahal ketika aku melihat saldoku di ATM jumlah
saldo kita ribuan kali lipat. dan aku hanya mengangguk-angguk tersenyum. AKU LUPA BERSYUKUR, aku malu kepada Allah!
Pengemis itu hanya menerima Rp. 10 ribu dan
begitu bersyukurnya kepada Allah, berterimakasih kepadaku. Kalau memang
demikian, siapakah yang pantas masuk ke dalam surga Allah?”
Dari Teman Internet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar