Sabtu, 05 Maret 2011


MEMBUKA HIJAB (I)

Bismillahirrohmanirohim

Istilah hijab sebenarnya baru muncul setelah orang mulai serius mendalami pengetahuan tentang ma'rifatullah, segala cara amalan ibadah diterapkan untuk memudahkan sampainya seseorang kepada tingkat mukhlisin. Yaitu orang yang beanar-benar berada dalam keadaan rela dan menerima Allah sebagai Tuhannya secara transenden. Amalan ibadah yang mereka lakukan merupakan kutipan-kutipan perintah ibadah sunnah maupun yang wajib. Sehingga mereka meyakini bahwa mutiara-mutiara Al Qur'an itu memang benar adanya.

Hijab adalah tirai penutup, didalam ilmu tasawuf biasa disebut penghalang lajunya jiwa menuju Khaliknya. Penghalang itu adalah dosa-dosa yang setiap hari kita lakukan. Dosa adalah kabut yang menutupi mata hati, sehingga hati tidak mempu melihat kebenaran yang datang dari Allah. Nur Allah tidak bisa ditangkap dengan pasti. Dengan demikian manusia akan selalu berada dalam keragu-raguan atau was-was. Karena ketertutupan atau terhijabnya kita atas keberadaan Allah disebabkan ketidak tahuan (kebodohan) dan sangkaan (dzan) akan Allah yang keliru. Maka dari itu saya hanya ingin membuka wawasan dalam hal ketidak tahuan kita akan Allah, yaitu jawaban-jawaban Allah atas pertanyaan kita selama ini.

Bahwa hati merupakan pusat dari segala kemunafikan, kemusyrikan, dan merupakan pusat dari apa yang membuat seseorang manusia menjadi manusiawi. Dan pusat ini merupakan tempat dimana mereka bertemu denga Tuhannya. Merupakan janji Allah saat fitrah manusia menanyakan dimana Allah? Lalu Allah menyatakan diriNya berada"sangat dekat", sebagaimana tercantum dalam Al Qur'an:
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang "AKU" maka (jawablah) Bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila berdo'a kepadaKu, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perinthaKu) dan hendaklah mereka itu beriman kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran".(QS 2:186)

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikan oleh hatinya dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya" (QS 50:16)

Pertanyaan tentang keberadaan Allah sering kali kita mendapatkan jawaban yang tidak memuaskan, bahkan kita mendapatkan cemoohan sebagi orang yang terlalu mengada-ada. Menayakan keberadaan "Tuhanku" adalah merupakan ppertanyaan fitrah seluruh manusia. Allahpun mengetahui akan hal ini, sehingga A;;ah memberikan jawaban atas pertanyaan hamba-hambanNya melalui Rasulullah.
Didalam ayat diatas, mengungkapkan keberadaan Allah sebagi Wujud yang sangat dekat. Dan kita diajak untuk memahami pernyatan tersebut secara utuh. Maka dari itu jawaban atas pertanyaan " dimana Allah? Al Qur'an mengungkapkan secara demensional. Jawaban-jawaban tersebut tidak sebatas itu, akan tetapi dilihat dari prespektif seluruh sisi pandangan manusia seutuhnya. Saat pertanyaan itu terlontar "dimana Allah", Allah menjawab "...aku ini dekat", kemudian jawaban meningkat sampai kepada "Aku lebih dekat dari urat leher kalian...atau dimana saja kalian menghadap disitu wujud wajah-Ku...dan Aku ini maha meliputi segala sesuatu"

Keempat jawaban tersebut mununjukkan bahwa tidak bisa dilihat hanya dari satu dimensi saja, akan tetapi Allah merupakkan kesempurnaan wujudNya, seperti didalam firmanNya:
" Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam keragu-raguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. Ingatlah bahwa Dia maha meliputi segala sesuatu. (QS 41:54)
"Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kamanapun kamu menghadap disitulah wajah Allah maha luas lagi maha mengetahui" (QS 2:115)
Sangat jelas sekali bahwa Allah menyebut dirinya "Aku" berada meliputi segala sesuatu, dilanjutkan surat Al Baqoroh ayat 115 "...dimana saja engkau menghadap disitu wajah-Ku berada !!! Kalau kita perhatikan jawaban Allah, maka begitu lugas dan tidak merahasiakan sama sekali akan wujud-Nya.

Namun demikian Allah mengingatkan kita bahwa untuk memahami atas ilmu Allah ini tidak semudah yang kita kira. Karena kesederhanaan Allah ini sudah dirusak oleh anggapan bahwa Allah itu jauh. Dan kita hanya bisa membicarakan Allah nanti di dalam surga. Untuk mengembalikan sangkaan kita kepada pemahaman seperti yang diungkapkan oleh Al Qur'an tadi, kita hendaknya memperhatikan peringatan Allah, Allah tidak bisa diserupakan (ditasybihkan) dengan makhluq-Nya. Didalam kitab tafsir Jalalain ataupun didalam tafsir fi dzilalil qur'an, membahas masalah surat Fushilat ayat 54...Allah meliputi segala sesuatu...adalah ilmu atau kekuasaan_Nya yang meliputi segala sesuatu, bukan dzat-Nya.
Pendapat ini merupakan tafsiran ulama, untuk menghindari kemungkinan masyarakat awam menyerupakan wujud Allah dengan apa yang terlintas didalam pikiranya atau perasaanya. Sehingga "Allah" sebagai wujud sejati ditafsirkan dengan sifat-sifat Nya yang meliputi segala sesuatu. Untuk itu, saya huznudzan memahami pemikiran para mufassirin sebagi pendekatan ilmu dan membatasi pemikiran para awam.
Akan tetapi kalau Allah ditafsirkan denga sifat-sifatNya, yang meliputi segala sesuatu. Akan timbul pertanyaan, kepada apanya kita menyembah? Apakah kepada ilmunya, kepada kekuasaan-Nya atau kepada Wujud-Nya? kalau dijawab dengan kekuasaan-Nya atau dengan ilmu-Nya maka akan bertentangan dengan firman Allah:
" Sesungguhnya Aku ini Allah, tidak ada tuhan kecuali "Aku", maka sembahla "Aku" (QS 20:14)
Ayat ini menyebutkan pribadinya atau dzat Allah, kalimat...sembahlah"Aku". Ayat ini menunjukkan bahwa manusia diperintahkan untuk menghadapkan wajahnya kepada wajah Dzat yang maha Mutlak. Sekaligus menghapus pernyataan selama ini yang justru pengetahuan kita menjadi takut kalau membicarakan dzat, padahal kita akan menuju kepada pribadi Allah, bukan nama , bukan sifat dan bukan perbuatan Allah. Kita akan berisimpuh dihadapan sosok-Nya yang sangat dekat. (berlanjut...)
  
Ungkapan tentang Tuhan, juga disebut sebagai dalil yang pertama yang menyinggung hubungan antara dzat, sifat dan Af'al (perbuatan) Allah. Diterangkan bahwa dzat meliputi sifat...sifat menyertai nama... nama menandai af'al. Hubungan-hubungan ini bisa diumpamakan madu dan rasa manisnya, pasti tidak dapat dipisahkan. sifat menyertai nama ibarat matahari dengan sinarnya, pasti tidak bisa dipisahkan. Nama menandai perbuatan, sumpama cermin, orang yang bercermin dengan bayangannya, pasti segala tingkah laku yang bercermin, bayanganya pasti mengikutinya. Perbuatan menjadi wahana dzat, seperti samudra dan ombaknya, keadaan ombak pasti mengikuti perintah samudra.jadi uraian tersebut diatas menjelaskan betapa eratnya hubungan dzat, sifat, asma, dan af'al Allah.

TAFAKUR DAN MEDITASI TRANSENDETAL

Allah berfirman :
"Hai manusia, sesunguhnya ankau berusaha sungguh-sungguh menuju kepada Tuhammu, maka engaku akan menemuinya" (QS 84:6)

"Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka dalam keragu-raguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. Ingatlah bahwa Allah maha meliputi segala sesuatu". (QS 41:54).

Didalam ayat lain dikatakan, bahwa shalat itu adalah pekerjaan yang sulit, kecuali bagi orang yang khusyu. Siapa orang yang khusu itu, ialah orang yang mempunyai sangkaan bahwa ia kan bertemu dengan Allah dan mereka adalah orang yang kembali kepada Allah.

Oleh Ramadhan Kareem.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar